monggoo

POTONG RUMPUT


Sering kulihat betapa mudah orang membersihkan rumput yang terhampar luas di komplek perumahan pertamina Balikpapan dengan medan yang curam naik turun sampai ada yang kemiringannya kurang lebih 70 derajad , betapa mudahnya mereka menyeret tongkat besi yang diujungnya diberi pisau yang berputar karena terhubung oleh mesin kecil dipunggungnya, ya itulah mesin pemotong rumput gendong. Para pekerja yang hanya dua orang itu sanggup menyelesaikan pemotongan rumput yang luas itu hanya dalam hitungan menit saja, lalu pindah ke blok lain dan dalam beberapa menit sudah terlihat rapi seperti karepet atau permadani hijaun terhampar dan  tak ada lagi rumput yang menjulang setinggi lutut, semua rata dengan tinggi kuarang lebih satu senti meter dari permukaan tanah, betapa indahnya pemandangan komplek perumahan itu, dengan rumput yang rapi dan lereng lereng curam yang seperinya sengaja dibuat begitu.
Diilhami oleh acara TV swasta nasional “andai aku menjadi” kucoba menirunya seandainya aku menjadi tukang rumput. Kebetulan saat silaturohim ke rumah pak de ada mesin rumput nganggur dirumahnya. Setelah berkenalan dengan mesinnya “otak atik mesin” karena lama mesin tidak dipakai jadi agak rewel staternya, dan bahan bakar sudah siap, aksi kumulai dari menarik stater mesin yang sebelumnya sudah dicoba oleh pak de, dan ternyata tak semudah yang kulihat seperti mudahnya pak de menarik tali stater mesin itu. Satu dua tiga kali kucoba belum juga berhasil, akhirnya menyeringai dan diikuti tertawa kecil pak de yang setia mendampingi, keringat dingin pun mulai mengalir, kenapa dingin? Ya karena suasana hati yang tak enak dengan pak de yang seperi selau bilang “gitu aja kok gak bisa”,pak de pun menjelaskan teknik menstater dan sambil menarik tali stater dan greng otok otok otok……. Mesin pun mulai bekerja dan siap memotong rumput.
Mesing kugendong dipunggung seperti bibi jual jamu gendon, stik penghubung mesin dengan pisau pemangkas rumput dipegang kuat kuat dengan kedua tangan dan tombol gas diujung ibu jari tangan kanan siap dimainkan kakipun siap melangkah menuju medan area rumput siap dipotong dan “greng krosok krosok krosok…..” pisau pemotong beradu dengan rumput yang  terkadang juga menyasar ke tanah bahkan kerikil yang berserakan di rerumputan.
Pak de pun mendekat bak seperti instruktur pak de member petunjuk c ara pemagkasan rumput supaya mendapat hasil yang maksimal, tapi suara instruksi pak de kalah nyaring dengan suara mesin yang menggantung tepat dipunggung dengan kenal pot pendek nya mengeluarkan suara bak ledakan petasan lebaran atau petasan cap go me sehingga instruksi tak kudengar sedikitpun hanya sepintas ku lihat bibir pa de seperti komat kamit mirip dukun membaca mantra. Merasa tidak digubris instruksinya pak de pun langsung menyambar stik penghubung pisau dengan mesin rumput dan menekan ke bawah serta menarik ke kanan dank e kiri dan hasilnya “srooooooot sreeeeeeeeeeeeeeeeeet krotok krotok krotok” pisau pemotong beradu dengan rumput dan sesekali gundukan kecil tanah da kerikil yang terseber di rerumputan, tapi kali ini hasilnya lebih rapi dan lebih bersih disbanding  hasil goyanganku sebelumnya.
Kurang lebih lima belas menit sudah ku ayunkan stik pemotong rumput itu dan terus didampingi pak de yang sesekali merebut stik pemotong rumput dengan tiba tiba dan tak terduga yang selalu membuatku terkejut kejut bercampur rasa kikuk tak karuan merasa direndahkan  karena pekerjaan mengayun ayun begini saja kok harus dibuntuti dan diinstruksi bahkan diserobot mengayunnya. Kurang lebih lima belas menit itu pula tanganku merasa pegal telapak dan jemari terasa tebal karena getaran mesin yang tersalur ke stik pemotong rumput yang ku pegang, dan rasa capekpun seperti merata ke seluruh tubuhku dan istirahatlah aku pak de pun juga ikut istirahat dan duduk disebelahku, tanpa di minta pak de langsung member ulasan apa yang barusan ku kerjakan dan ternyata tak seperti yang kubayangkan enaknya pekerjaan ini seperti yang aku lihat beberapa hari sebelumnya di komplek pertamina yang luas rumputnya.
Sebagai guru aku tersadar bahwa pelajaran yang diberikan ke sntiswa itu perlu waktu untuk penyerapan materi yang diberikan dan perlu keasabaran dan keteguhan hati untuk menunggu waktu proses tersebut, jadi tidak harus seperti pak de yang main “serobot” apalagi supaya siswa cepat bisa dan mengerti, dan yang pasti pembelajaran itu tidak instan seperti makanan jaman sekarang yang serba instan tapi perlu waktu untuk proses, telaah, dan renungan.
Sebagai siswa pak de meski hanya sesaat dalam pembelajaran yang intinya “memotong rumput” , aku juga belajar menahan diri dari emosi negative alias sebel karena sang guru selalu main serobot seperti tak sabaran, aku juga dapat berkaca bahwa suatu pekerjaan yang kubayangkan begitu mudahnya dikerjakan orang lain ternyata setelah kujalani sendiri begitu sulit, banyak ilmu pengetahuan yang harus ku persiapkan untuk satu pekerjaan ini walau itu sekedar potong rumput, seperti ketahanan tubuh supaya tahan terhadap getaran mesin pemotong rumput yang digendong  dan keluwesan tubuh untuk menggerakkan stik pemotong rumput, dan yang tak kalah penting adalah pengetahuan tentang mesin pemotong itu sendiri minimal mengetahui manualnya dan membacanya sebelum menggunakan peralatan, kemudian mengatasi jika ada masalah-maslah yang menganggu (trouble), dalam hal ini paling tidak mengetahui mengapa mesin tiba tiba mati bisa jadi bahan bakarnya habis, busi sudah harus diganti dan sebagainya. Yang pasti walau hanya berjudul memotong rumput, tak hanya rumput yang terpotong yang kita lihat tapi unsur pendukung dan ilmu pengetahuan yang mendukung tercapainya rumput itu terpotong.